1. Pengertian Tata Bahasa
Tata bahasa merupakan suatu himpunan
dari patokan - patokan dalam stuktur bahasa. Stuktur bahasa itu meliputi
bidang-bidang tata bunyi, tata bentuk, tata kata, dan tata kalimat serta tata
makna. Dengan kata lain bahasa meliputi bidang-bidang fonologi, morfologi,
dan sintaksis (Keraf, 1994:27).
Tata bahasa adalah studi struktur
kalimat, terutama sekali dengan acuan kepada sintaksis dan morfologi, kerapkali
disajikan sebagai buku teks atau buku pegangan. Suatu pemberian kaidah- kaidah
yang mengendalikan bahasa secara umum, atau bahasa- bahasa tertentu, yang
mencakup semantik, fonologi, dan bahkan kerapkali pula pragmatic (Crystal 1987:
422).
Dari penjelasan di
atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa:
·
dalam
arti sempit tata bahasa mencakup sintaksis dan morfologi
· dalam
arti luas tata bahasa selain mencakup sintaksis dan morfologi, juga mencakup
semantik, fonologi, dan pragmatik.
Dari sumber lain, kita dapati pula
keterangan bahwa tata bahasa adalah suatu pemberian atau deskripsi mengenai
struktur suatu menghasilkan kalimat-kalimat dalam bahasa tersebut. Biasanya
juga turut mempertimbangkan makna-makna dan fungsi-fungsi yang dikandung oleh
kalimat-kalimat tersebut dalam keseluruhan sistem bahasa itu. Pemberian itu mungkin
atau tidak meliputi pemberian bunyi-bunyi suatu bahasa (Ricards [et al] 1987:
125).
Atau secara singkat kita dapati
penjelasan bahwa tata bahasa (dalam teori TG) adalah seperangkat
kaidah- kaidah leksikon yang memberikan pengetahuan (kompetensi) yang dimiliki
oleh seorang penutur pembicara mengenai bahasanya (Richsrd [et al] 1987: 125).
2. Macam-Macam Tata Bahasa
1. Tata
Bahsa Tradisional
Linguistik modern awal mulai pada
saat munculnya paham baru Ferdinand de Saussure. Dibalik itu, terbentang ke
belakang kira-kira 2000 tahun masa tata bahasa tradisional. Tata bahasa
tradisional adalah suatu istilah yang kerap kali digunakan untuk meringkaskan jajaran
sikap-sikap dan metode-metode yang dijumpai pada masa studi gramatikal sebelum
kedatangan/ munculnya ilmu linguistik. “Tradisi” yang dipermasalahkan itu telah
berkisar sekitar 2000 tahun,Masa tersebut begitu panjang, dan menyangkut
berbagai bahasa kuno, seperti Yunani, latin didunia barat, bahasa sangsekerta
di India, bahasa Ibrani di timur tengah, Romawi kuno dan begitu pula
karya- karya para pakar beserta para penulis Renaissance dan para pakar tata
bahasa preskriptif abad ke-18. Pengajaran bahasa dikaitkan dengan pembicaraan
dalam buku ini adalah bahasa Indonesia dan bahasa asing di Indonesia yang
berasal dari barat, yakni bahasa Inggris, pengajaran bahasa Indonesia mendapat
pengaruh dari bahasa Belanda yang juga berasal dari dunia barat.
Analisis tata
bahasa tradisional mendasarkan pada kaidah bahasa lain terutama Yunani, Romawi,
dan Latin. Semua mafhum bahwa karakteristiik bahasa Indonesia, misalnya, tidak
sama dengan bahasa-bahasa tersebut. Bahasa Yunani, Romawi, dan Latin tergolong
bahasa deklinatif, yaitu yang perubahan katanya menunjukkan kategori, kasus,
jumlah, atau jenisnya (Kridalaksana,1984: 36), sedangkan bahasa Indonesia
tergolong sebagai bahasa inflektif, yaitu perubahan bentuk katanya menunjukkan
hubungan gramatikal (Kridalaksana, 1984: 75). Oleh karena itu, analisis yang
demikian akan menjumpai berbagai kesulitan.
2. Tata
Bahasa Struktural
Tatabahasa struktural mendasarkan
analisisnya pada karakteristik bahasa yang bersangkutan sebagaimana adanya
bukan didasarkan pada kaidah bahasa lain. Dengan demikian, kajiannya bersifat
deskriptif. Sesuai namanya, pengkajian tidak didasarkan pada nosi atau arti,
tetapi pada struktur atau perilakunya dalam sruktur: fona dalam fonem, fonem
dalam silabel, silabel dalam leksem, leksem dalam tagmem (frasa, klausa,
kalimat). Untuk menggambarkan struktur tertentu, struktur tersebut ditempatkan
pada kontinum struktur lain yang melingkupinya.
Simposium tata
bahasa tentang kata majemuk pada 20 Oktober 1979 merumuskan simpulan, di
antaranya sebagai berikut.
a) Prinsip
yang harus dipegang di dalam mengidentifikasikan apakah suatu konstruksi
merupakan konstruksi majemuk atau tidak ialah bahwa konstruksi itu
memperlihatkan derajat keeratan yang tinggi sehingga merupakan kesatuan yang
tidak terpisahkan.
b) Sebagai
konstruksi yang tak terpisahkan, konstruksi majemuk berperilaku sebagai kata,
artinya masing-masing konstituen konstruksi hilang otonominya. Hilannya otonomi
itu berarti bahwa masing-masing konstituen tidak dapat dimodifikasikan secara
terpisah, maupun di antaranya tidakdapat disisipkan morfem lain tanpa perubahan
atas makna aslinya. (Parera, 1988: 117-118)
Rumusan simpulan
tersebut dengan jelas menunjukkan penggunaan teori struktural dalam
pengindentifikasian konstruksi majemuk seperti tersurat pada istilah
(1)konstruksi, (2)kesatuan, (3)konstituen konstruksi, (4)derajat keeratan, dan
(5)disisipi.
Bagaimanakah Ramlan dalam buku Sintaksis mengidentifikasi
kalimat tanya? Kalimat tanya, menurut Ramlan (1981: 33), berpola intonasi [2]
3// [2] 3 2 Ú. Pola tersebut berbeda dengan pola kalimat berita [2] 3 // [2] 3
1 Ø, atau pola intonasi kalimat suruh 2 3 Ø atau 2 3 2 Ø (Ramlan, 1981: 32-45).
Pengidentifikasian seperti itu menunjukkan bahwa nosi tidak lagi menjadi
kerangka konsep struktural, melainkan struktur otonom satuan bahasa yang
didesripsikanlah yang dijadikan pijakannya.
3. Tata
Bahasa Generatif
Arti tata bahasa
generatif adalah bahwa bahasa adalah struktur pikiran manusia.
Tujuan tata bahasa generatif adalah membentuk model lengkap bahasa terdalam ini
(dikenal sebagai i-language).
Model ini dapat digunakan untuk menjelaskan semua bahasa manusia dan
memperkirakan ketatabahasaan dari
ungkapan apapun (yang berarti memperkirakan apakah ungkapan ini terdengar benar
oleh para penutur asli suatu bahasa). Pendekatan terhadap bahasa dirintis olehNoam Chomsky. Kebanyakan teori generatif (meskipun tidak
semuanya) menganggap bahwa sintaksis didasarkan pada struktur kalimat yang
konstituen. Tata bahasa generatig berada diantara teori yang berfokus terutama
pada bentuk kalimat, daripada fungsi komunikatifnya.
4. Tata
Bahasa Transformasi
Ahli linguistik yang cukup produktif
dalam membuat buku adalah Noam Chomsky. Sarjana inilah yang mencetuskan teori
transformasi melalui bukunya Syntactic Structures(1957), yang kemudian
disebut classical theory. Dalam perkembangan selanjutnya, teori
transformasi dengan pokok pikiran kemampuan dan kinerja yang dicetuskannya
melaluiAspects of the Theory of Syntax (1965) disebut standard
theory. Karena pendekatan teori ini secara sintaktis tanpa menyinggung
makna (semantik), teori ini disebut juga sintaksis generatif (generative
syntax). Pada tahun 1968 sarjana ini mencetuskan teori extended
standard theory. Selanjutnya pada tahun 1970, Chomsky menulis buku generative
semantics; tahun 1980 government and binding theory; dan tahun 1993 Minimalist
program.
Setiap tata bahasa
dari suatu bahasa, menurut Chomsky adalah merupakan teori dari bahasa itu
sendiri; dan tata bahasa itu harus memenuhi dua syarat, yaitu:
1)
Kalimat yang dihasilkan oleh tata bahasa itu harus dapat diterima oleh
pemakai bahasa tersebut, sebagai kalimat yang wajar dan tidak dibuat-buat.
2)
Tata bahasa tersebut harus berbentuk sedemikian rupa, sehingga
satuan atau istilah yang digunakan tidak berdasarkan pada gejala bahasa
tertentu saja, dan semuanya ini harus sejajar dengan teori linguistik tertentu.
Pengenalan transformasional salah
satunya dilakukan oleh Samsuri pada dua bab terakhir buku Analisa Bahasa (1980)
pada edisi kedua. Lewat makalah yang disajikan dalam berbagai kesempatan,
khususnya Pertemuan Linguistik Lembaga Bahasa Atmajaya (PELLBA), Bambang
Kaswanti Purwo ( dan juga Soenjono Dardjowidjojo) patut dicatat juga sebagai
introduktor dan eksplorator transformasional dalam kajian bahasa Indonesia dan
juga bahasa-bahasa nusantara. Misalnya, dalam Simposium Linguistik 1985 (embrio
PELLBA) berapa teori mutakhir di bidang linguistik disajikan: “Aliran
Transformasional 1957—1965”oleh Samsuri, “Perkembangan Aliran Transformasional
1965 – Kini” oleh Riga Adiwoso, “Teori Tagmemik” oleh Stephanus Djawanai, “Tatabahasa
Relasional” oleh Bambang Kaswanti Purwo (Dardjowidjojo, 1987).
Terbitnya dua buku
J.D. Parera pada 1988, yaitu Morfologi, dan Sintaksissemakin
mempertegas kecenderungan kajian dengan landasan teori transformasional.
Sebagai contoh penggunaan teori transformasi, Parera dalam salah satu babnya
menguraikan secara transformasional kata petinju dan peninjusebagai
berikut (Parera, 1988a: 28).
petinju = Nor +
ber—Vd > pe – Vd
peninju = Nor +
meN—Vd > peN -- Vd
Contoh tersebut
menunjukkan bahwa dalam tata bahasa transformasional, struktur dalam (deep
structure) ditransformasikan ke struktur luar (surface structure). Secara
generatif transformasional kata, petinju dibentuk melalui verbabertinju,
sedangkan kata peninju dibentuk melalui verba meninju. Jadi,
pembentukan itu tidak langsung dari dasar tinju.
Penggunaan teori
transformasional tersebut semakin tampak padaTatabahasa Baku Bahasa Indonesia
(TBBI) yang diterbitkan bersamaan dengan Kongres Bahasa V, pada 1988.
Walaupun TBBI memperlihatkan keeklektisan teori-teori, namun
transformasional cukup ambil peran. Perhatikanlah bagaimana TBBImenerangkan
morfologi verba, nomina, ataupun adjektiva. Istilah ‘penurunan’ senantiasa
digunakan untuk itu (Alwi, 1993: 144-163)
4.6.1 Penurunan
Verba Taktransitif
4.6.1.1 Verba
Taktransitif Asal
4.6.1.2 Penurunan
Verba Taktransitif dengan meng-
4.6.1.3 Penurunan
Verba Taktransitif dengan ber-
4.6.1.4 Penurunan
Verba Taktransitif dengan ber--kan
4.6.1.5 Penurunan
Verba Taktransitif dengan ber--an
4.6.1.6 Penurunan
Verba Taktransitif dengan ter-
4.6.1.7 Penurunan
Verba Taktransitif dengan ke--an
4.6.1.8 Penurunan
Verba Taktransitif dengan Perulangan
Pada bab Nomina,
Pronomina, dan Numeralia, khususnya penurunan nomina dengan per—an, misalnya,
digunakanlah uraian dan contoh berikut (Alwi, 1993: 258-259)
“Nomina dengan per
– an juga diturunkan dari verba, tetapi umumnya dari verba taktransitif dan
berawalan ber-. Akan tetapi, ada pula nomina per – an yang berkaitan dengan
verba meng- atau memper- yang berstatus transitif.
perjanjian
->berjanji
pergerakan ->
bergerak
pergelaran ->
menggelar
pertahanan ->
mempertahankan
perlawanan ->
melawan
permintaan ->
meminta
5. Tata
Bahasa Transformasi Generatif
Dalam lingusitik, aliran transformasi
generatif (TG) ialah satu aliran mazhab pengkajian bahasa yang telah
dikemukakan oleh Noam Chomsky. Beliau merupakan seorang
profesor lingustik yang menyumbangkan buah fikirannya di Massachusetts
Institute of Technology. Aliran TG yang dikemukakan oleh Chomsky ini
diperkenalkan olehnya melalui penerbitan sebuah monograf yang bertajuk Syntactic
Structure, pada tahun 1957. Kemudian, teori TG ini diperbaik oleh Chomsky
melalui bukunya, Aspect of the Theory of Syntax.
TG memberi tumpuan
terhadap bidang sitaksis (ayat) serta mengutamakan bidang semantik(makna).
Dasar utama teori ini ialah dengan menganggap bahawa setiap ayat yang
dihasilkan sebenarnya mengandungi dua peringkat. Peringkat-peringkat tersebut
ialah struktur dalaman dan struktur permukaan.
Struktur dalaman
ialah struktur yang mengandungi ayat dasar atau ayat inti. Struktur permukaan
pula ialah struktur yang telahpun mengalami perubahan daripada struktur
dalamannya dan merupakan bentuk ayat yang dituturkan oleh seseorang penutur.
Mengikut hukum TG,
struktur dalaman dan struktur permukaan diterbitkan oleh dua rumus tatabahasa.
Rumus-rumus tersebut ialah Rumus Struktur Frasa (RSF) dan Rumus Transformasi.
RSF akan membentuk ayat pada struktur dalaman, manakala Rumus Transformasi pula
akan menerbitkan ayat pada peringkat permukaan. Ayat-ayat yang terhasil
daripada kedua-dua bentuk tersebut biasanya tidak mempunyai persamaan. Ayat
yang terhasil daripada struktur dalaman akan menjadi input kepada pembentukan
ayat pada peringkat permukaan.
6. Tata
Bahasa Tagmemik
Pelopor teori Tagmemik adalah Prof.
Kenneth Lee Pike seorang pendeta Kristen Protestan dan seorang ahli bahasa
ulung yang ikut mendirikan dan mengembangkan Summer Institute of Linguistics,
suatu organisasi yang bergerak di bidang penerjemahan Injil. Sebagai seorang
pendeta Kristen, Pike membaktikan hidupnya untuk kegiatan pengajaran dan
penyebaran Injil serta penerjemahan Injil ke dalam bahasa-bahasa yang belum
pernah mengenal kitab ini. Sebagai seorang ilmuwan, Pike membaktikan dirinya di
bidang penelitian dan pengembangan ilmu bahasa (Lembaga Bahasa Universitas Atma
Jaya, 1987:71). Teori Tagmemik berkembang dari sebuah teori yang lebih
komprehensif tentang bahasa dalam ruang lingkup perilaku manusia yang
dikembangkan Pike antara tahun 1954-1960.
Teori Tagmemik
melakukan studi kebahasaan dengan memandang pentingnya slot-slot yang
fungsional dan menggabungkan elemen yang bisa menduduki slot itu ke dalam
unit-unit sintaksis yang lebih luas (Wahab, 1990: 13).
Istilah tagmem
merupakan suatu kesatuan dasar bahasa yang terdiri dari jalur fungsional dan
suatu daftar butir-butir yang saling dapat ditukarkan yang dapat mengisi lajur
itu. Tagmem adalah suatu kesatuan, sejajar dengan fonem dan morfem dalam
tri-hirarki ketatabahasaan fonologi, leksikon, dan tata bahasa. Ketiga kesatuan
dasar itu diperlihatkan sebagai struktur tritunggal dalam karyanya yang
berjudul “Language as Particle, Wave, and Field” pada tahun 1959 (Tarigan,
1989: 15-16).
Penamaan Teori
Tagmen ini berangkat dari konsep tagmen. Tagmen adalah bagian dari konstruksi
gramatikal dengan empat macam kelengkapan spesifikasi ciri, yakni: slot, peran,
dan kohesi (Soeparno, 2002:58). Atau juga tagmen adalah Tagmem adalah tempat
dalam struktur (sintaksis dan morfologis) bersama dengan kelas formal
elemen-elemen yang menduduki tempat tersebut (yang sering disebut dengan
istilah slot dengan pengisinya), “Korelasi antara sebuah fungsi gramatikal atau
slot dan sebuah kelas dari unsur-unsur yang bisa saling menggantikan yang
terdapat dalam slot tersebut. Tagmem mempersatukan konsep-konsep tradisional
seperti subyek, predikat, obyek, komplemen, lokatif, temporal, penerima,
pelaku, dengan konsep kelas seperti nomina, verba, pronomina, adjektifa,
adverbia, dan sebagainya.
7. Tata
Bahasa Pedagogik
Tata bahasa
pedagogis atau pedagogical grammar adalah suatu deskripsi gramatikal mengenai
suatu bahasa yang diperuntukan bagi maksud- maksud pedagogis, seperti
pengajaran bahasa, rancang- bangun, silabus, atau persiapan materi/ bahan
pengajaran. Suatu tata bahasa pedagogik dapat saja didasarkan:
·
analisis
gramatikal dan deskripsi suatu bahasa
·
teori
gramatikal tertentu, seperti tata bahasa transformasi generatif
·
studi atau
telaah mengenai masalah- masalah gramatikal para pembelajar (analisis kesalahan)
·
atau
pada gabungan/ ombinasi berbagai pendekatan (Richards [et al] 1987: 210)
Referensi
http://justsangtae.blogspot.co.id/2012/06/tata-bahasa-dalam-bahasa-indonesia.html